21:37:57 DBFMRadio.id : Jakarta - Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) meluncurkan penelitian mengenai “Densitas dan Aksesibilitas Rokok Batangan Anak-Anak Usia Sekolah di DKI Jakarta: Gambaran dan Kebijakan Pengendalian”.
Studi ini menunjukkan bahwa penduduk DKI Jakarta, termasuk anak usia sekolah, masih sangat mudah dalam mengakses rokok
batangan karena masih padatnya warung rokok eceran, bahkan di dekat area sekolah. Harga rokok batangan yang murah juga membuat rokok semakin terjangkau.
Kebijakan berupa pelarangan penjualan rokok batangan melalui revisi regulasi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan serta menaikkan harga rokok dibutuhkan untuk menekan tingkat keterjangkauan rokok, terutama pada anak-anak.
Ketua Peneliti, Risky Kusuma Hartono, Ph.D mengungkapkan, berdasarkan data International Health Metric Evaluation (IHME) tahun 2017, Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kematian yang tinggi akibat paparan rokok, termasuk penyakit jantung dan berbagai
jenis kanker.
"Data klaim BPJS Kesehatan juga menyebutkan bahwa penyakit akibat rokok seperti penyakit jantung menempati urutan pertama dengan biaya sebesar Rp. 10,6 triliun dan kanker sebesar Rp. 3,4 triliun pada 2018." terang Risky Kusuma Hartono, Rabu (16/6/2021).
Menurut dia, belum ada regulasi khusus yang mengatur pembatasan penjualan rokok secara eceran per batang di Indonesia berakibat pada terhambatnya efektivitas pengendalian konsumsi rokok. Harga rokok juga termasuk dalam kategori murah yaitu Rp 1.000-4.000 per batang.
"Oleh karena itu, studi ini memberikan bukti kepadatan warung rokok eceran dan melakukan survei untuk melakukan assessment terhadap aksesibilitas penjualan rokok batangan di DKI Jakarta." tuturnya menjelaskan.
Dipilihnya DKI Jakarta, menurut Rizky, karena merupakan kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang cukup padat yang
memungkin untuk menemukan warung rokok eceran menggunakan google maps.
"Pencarian lokasi warung rokok eceran dilanjutkan menggunakan google street view. Studi ini juga mencatat lokasi sekolah di DKI Jakarta. " ujarnya.
Risky Kusuma Hartono menjelaskan, data sekolah diperoleh dari laman Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta.
"Survei juga menanyakan potensial kebijakan restriksi penjualan rokok eceran secara kuasi eksperimen. Pemilihan sampel dilakukan dengan sistematik random sampling dengan jumlah sampel minimal adalah 62 penjual warung rokok eceran." kata Rizky.
Di Jakarta 61.2% Warung Rokok Dekat Sekolah.
Berdasarkan hasil penelusuran kepadatan warung rokok eceran di DKI Jakarta, lanjut dia, menunjukkan 8.371 warung rokok eceran di DKI Jakarta dengan warung rokok terbanyak berada di wilayah Jakarta Timur (3.085 warung rokok) dan Jakarta Barat (2.139 warung rokok).
Apabila dibandingkan dengan luas wilayah per km2, secara rata-rata terdapat ± 15 warung rokok eceran setiap 1 km2 di DKI Jakarta. Sedangkan apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk, didapati bahwa ± 1 warung rokok eceran setiap 1.000 penduduk di DKI Jakarta.
Sedangkan berdasarkan lokasi sekolah (SD, SMP, SMA/SMK), terdapat ± 8 warung rokok eceran di setiap area sekitar sekolah di DKI Jakarta. Sebanyak 61,2% warung rokok berlokasi ≤100 meter dari
area sekolah.
Dari sisi promosi oleh penjual, sebagian besar warung memiliki media promosi rokok berupa banner atau spanduk sebanyak 80,7%. Terdapat 11,3% warung pernah melakukan promosi rokok eceran berupa gratis produk lain. Selain itu, terdapat 58,1% warung memperbolehkan konsumen untuk membeli rokok eceran secara berhutang.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa rokok menempati produk penjualan tertinggi
dibandingkan dengan komoditas lainnya seperti sembako maupun jajanan. Merek rokok batangan terlaris merupakan merk yang top tier (merek rokok yang cukup terkenal). Dari sisi harga, rerata penjualan rokok secara batangan termasuk dalam kategori murah, yaitu ± Rp1.500,00 per batang.
Dalam rangka mengendalikan kemudahan dan keterjangkauan pembelian rokok kepada anak, penelitian ini memberikan rekomendasi kebijakan, di antaranya
Warung rokok eceran yang masih sangat padat dan dapat dengan mudah diakses oleh penduduk DKI Jakarta termasuk anak-anak.
Maka pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan perlu mendukung opsi pelarangan penjualan rokok secara batangan pada revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Para penanggap dari beberapa kementerian merespons hasil penelitian PKJS-UI
“Untuk target penurunan prevalensi perokok, yang paling penting adalah upaya untuk pembatasan sampai pada
pelarangan. Bagaimana upaya kegiatan-kegiatan dalam menurunkan target itu, salah satunya dengan edukasi”,
ujar Direktur Pemberdayaan Konsumen, Kementerian Perdagangan RI Ojak Simon Manurung.
Sementara Perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dr. Endang Sri Wahyuningsih, menyampaikan harapannya dari hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi dan dasar untuk menyusun regulasi tentang upaya pengendalian tembakau di Provinsi DKI Jakarta.
"Kami berharap hasil penelitian ini dijadikan rekomendasi untuk menyusun Regulasi pengendalian tembakau di DKI" harap dia.(db-aap).