DBFMinfo (Kalianda) : Secara umum Reforma agrari adalah penataan kembali struktur penguasaan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Assete iyang dimaksud disini adalah sertifikat atas Tanah, dan akses lebih kepada dunia perbankanatua finansial, dan Sertifikat tanah dapat diagunkan untuk modal usaha.
Kepala Seksi Hubungan Hukum Pertanahan Kantor Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lampung selatan Oki Maradha Pratama pada Dialog interaktif di Radio DBFM Lampung selatan Rabu pagi juga mengatakan,Reforma agraria juga melibatkan pemerintah daerah, dan di Lampung Selatan hanya terbatas pada distribusi tanah dan legalisasi assete. Sedangkan legalisasi aset ebih terkait apa yang sudah dilakukan dan dalam3 tahun terakhir telah menerbitkan 100.000 lembar sertifikat, namun lebih banyak di program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Kalau kita sih merasa bangga ya, karena yang sudah kita lakukan terkait dan pencapaian- apa yang kita perbuat untuk tiga tahun terakhir kita hampir seratus ribu lembar sertifikat dari tahun 2017 hingga 2019 ini melalui program PTSL” terang Oki Maradha Pratama, rabu (31/7/2019).
Pada Dialog bertajuk Reforma Agraria Untuk Masyarakat Desa yang dipandu Icha Chairunisa ini, Oki Maradha Pratama juga menjelaskan, Badan Pertanahan Nasional memang mempunyai dua program sertifikat gratis, yang pertama melalui Proyek Nasional (Prona) dan yang kedua adalah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), dipayungi dengan Permen Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6/2018. Namun, Prona berbeda dengan PTSL. Program Prona, pendataan tanah sebagai penerima sertifikat prona dilakukan secara merata di seluruh desa dan kelurahan dalam satu kabupaten.Sementara program PTSL ini pendataan dilakukan terpusat di satu desa saja.
“Ya, ada dua Program sertifikasi tanah gratis, yang sudah kita kenal yakni Prona dan yang lain adalah PTSL, namun kedua berbeda, jika Prona dilakukan secara merata diseluruh desa dan kelurahan sedangkan PTSL pendataannya dilakukan terpusat di satu desa saja” terang Oki menambahkan.
Sejatinya, lterang Oki, yang membuat berbeda adalah dari definisi sistematis lengkap sehingga kegiatan tersebut menyeluruh di dalam satu Kecamatan atau dalam satu desa yang sudah ditetapkan sebagai sasaran PTSL, kemudian dari produknya Prona adalah hanya produk hasil sertifikasi hak milik, namun PTSL produk yang dihasilkan tidak hanya Sertifikasi hak milik, namun juga terbit hak pakai dan Hak Guna Banguna (HGB).
“Ya Kalu kita bicara maslah PTSL sebenarnya bukan hal yang baru, karena sudah ada sejak berpuluh tahun lalu, yang dihasilkan tidak melulu sertifikasi hak milik seperti halnya Prona , tetapi juga terbit hak pakai dan Hak Guna Bangunan” jelas Oki..(DB)