14:28:46 DBFMRadio.id : Purworejo - LBH Yogyakarta mencatat setidaknya ada 67 warga yang menolak penambangan  andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah,  termasuk di antaranya anak di bawah umur dan perempuan ditangkap polisi. Namun demikian,  pada Rabu (9/2/2922) atas kesepakatan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan Kapolda Jateng dan Komnas HAM, mereka dilepaskan.


Peristiwa pengamanan berlebihan yang disertai kekerasan dan penangkapan warga dan pendamping, sontak  menjadi sorotan media massa dan warganet di media sosial. Sebagian besar media massa terpantau menurunkan pemberitaan soal Wadas sejak Selasa (8/2/2022) lalu.



Celakanya, pemerintah terlihat berupaya mendistorsi berita terkait pengamanan berlebihan, kekerasan, dan penangkapan yang dilakukan aparat. Hal tersebut terungkap dalam  konferensi pers yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta pada Rabu (9/2/2022).


"semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan suasana mencekam di Desa Wadas tidak terjadi seperti yang digambarkan, terutama di media sosial,  situasi di Desa Wadas dalam keadaan tenang dan meminta warga tidak terprovokasi." kata Menkopolkam Mahfud MD, seperti dikutip Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dalam siaran persnya, Sabtu (12/2/2022).




Dalam siaran pers yang ditandatangani Ketua Umum Sasmito dan Sekjen Ika Ningtyas, AJI menyebut,  informasi Polri juga melabeli situasi di Wadas sebagai hoaks atau informasi bohong. Ini terlihat dari unggahan humas.polri.go.id yang berjudul "Ulama Purworejo Serukan Warga Menolak Hoax Tentang Situasi Wadas, Polda Jateng Warning Akun Tukang Provokasi" pada Kamis (10/2/2022).


Dalam unggahan tersebut, masih menurut AJI, Polri juga menegaskan menindak pengelola akun-akun yang dinilai provokatif melalui jalur hukum. Faktanya warga hanya menyampaikan informasi melalui media sosial terkait peristiwa yang terjadi di Desa Wadas.


Tidak hanya itu, akun twitter @DivHumas_Polri juga menyematkan stempel hoaks terhadap konten milik Wadas Melawan.


"Polisi membuat narasi bahwa ada warga yang membawa senjata tajam dan kemudian diamankan polisi. Namun, Tempo melaporkan bahwa senjata tajam yang dibawa warga merupakan alat untuk mencari rumput pakan ternak." kata Sasmito.


Melihat sejumlah fakta tersebut, AJI Indonesia menyerukan Pemerintah untuk menghentikan pelabelan hoaks peristiwa di Wadas yang sewenang-wenang dan berdasarkan klaim yang dianggap sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat.


"Jaringan Pengecekan Fakta Internasional mengharuskan adanya prinsip-prinsip seperti komitmen nonpartisan dan keadilan, komitmen transparansi atas sumber, transparansi metodologi (pengecekan fakta), serta komitmen atas koreksi yang terbuka dan jujur." demikian antara lain  pernyataan sikap AJI yang diterima dbfmradio.id.


Disamping itu, AJI juga minta  Pers nasional agar menjalankan fungsi kontrol sosial seperti diamanatkan Undang-undang Pers.


"Pers tetap menjalankan kontrol sosialnya,  termasuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti pembangunan proyek Bendungan Bener yang berdampak kepada warga Wadas." tulis AJI selanjutnya.


Pada bagian lain siaran persnya, AJI juga berharap,  Pers nasional untuk memberikan suara kepada mereka yang tidak bisa bersuara. Sebab hanya pers yang mendapat jaminan perlindungan UU Pers, yang dapat menjadi juru bicara publik saat berhadapan dengan pemerintah atau penguasa.


Oleh karenanya, menurut AJI,  Jurnalis agar bersikap independen dan menghasilkan berita yang akurat terkait peristiwa di Wadas.


"Independen dapat diartikan memberitakan peristiwa atau fakta tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan."


Sedangkan akurat berarti sesuai keadaan obyektif peristiwa tersebut dan telah diverifikasi berlapis, tidak hanya sekedar mengutip pernyataan pejabat atau narasumber tertentu. (db-rlsaji-@Ng).