(13:17:38) Dbfmradio. id : Jakarta - Konsumsi rokok di Indonesia dilaporkan masih tinggi, yaitu sebesar 33,8%. Angka tersebut didominasi perokok laki-laki dewasa yakni sebesar 62,9%, artinya banyak perempuan dan anak menjadi perokok pasif dalam kesehariannya.


Kondisi ini semakin memprihatinkan dengan naiknya perokok anak dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018 menurut data yang sama (Riskesdas, 2018). Angka ini jauh dari target RPJMN di tahun 2019 sebesar 5,4% (Kementerian Perencanaan PembangunanNasional, 2014).


Dalam keterangan tertulis Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) yang diterima dbfmradio.id Rabu (18/11/2020) menyebut, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan harga rokok berpengaruh besar terhadap perilaku merokok anak usia remaja (SMA), maka kenaikan harga rokok adalah kunci pengendalian rokok pada anak-anak.


Semakin mahal harga rokok maka semakin turun prevalensi anak merokok. Pemerintah diharapakan dapat membuat harga rokok tersebut menjadi semakin tidak terjangkau. Namun hingga saat ini, belum diketahui berapa besaran kenaikan cukai rokok yang akan ditetapkan untuk 2021, apakah akan di bawah 13% atau di atas 15% atau bahkan tidak naik sama sekali.


Iman Mahaputra Zein, perwakilan dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan untuk mendukung Kementrian Keuangan dalam menaikkan harga rokok, mulai dari temuan-temuan oleh beberapa akademisi dan organisasi, maupun campaign lainnya.


Salah satunya sejak bulan Agustus hingga Oktober 2020, lanjut Iman, CISDI bersama beberapa jaringan pengendalian tembakau lainnya telah mengumpulkan dukungan publik termasuk anak muda dalam mendorong kenaikan harga rokok melalui situs www.pulihkembali.org, dengan hasil sebesar 1500 dukungan.


“Kami juga telah menyerahkan dukungan tersebut ke Ibu Sri Mulyani waktu lalu. Kami berharap dukungan yang kami berikan dapat mewakilkan suara publik yang peduli dengan kesehatan masyarakat, dan dapat dijadikan pertimbangan dalam menaikkan cukai hasil tembakau 2021.” tambahnya pada diskusi media secara daring yang diselenggarakan PKJS-UI dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta untuk menagih janji Pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau tahun 2021.


Peserta diskusi lain, Ketua Umum Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama (IPPNU) Nurul Hidayatul Ummah, merasa prihatin melihat fenomena merokok di kalangan muda dan rokok yang masih sangat mudah diakses.


"Dalam mendukung Pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau, dan bernisitiaf untuk melaksanakan evaluasi kenaikan cukai di daerah, dari Aceh sampai Papua." kata Nurul. 


Sementara Ketua Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) IM Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Sulthan Raihan Fatahillan mengatakan, pihaknya telah melaksanakan ekspedisi ke daerah petani tembakau dan melihat bahwa pada dasarnya petani tembakau tidak sepenuhnya sejahtera.


"Hasil tersebut pun sejalan dengan temuan PKJS-UI bahwa komoditi tembakau bukan yang paling menguntungkan bagi petani karena biaya produksi yang sangat tinggi dan faktor cuaca. Selain itu, banyak petani mengeluhkan tata niaga tembakau yang sering merugikan petani sebagai pengambil harga." Tukas Sulthan.


"Belum lagi serapan tembakau petani mitra di perusahaan sangat sedikit dan tidak menentu, sehingga petani memiliki posisi tawar yang lemah karena khawatir tembakau tidak laku."tambah dia.


Diketahui, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tahun 2020-2024 Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan tahun 2020-2024, di mana dua dari 10 strategi reformasi fiskal adalah penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (HT) pada poin 4 dan peningkatan tarif cukai HT pada poin 5.


Untuk itulah, para pemuda menagih janji Bapak Jokowi dan Ibu Sri Mulyani untuk segera menaikkan cukai hasil tembakau agar rokok tidak lagi terjangkau. Mahalkan harga rokok, segera umumkan, yang muda tak sabar. (db/pkjsui-aap).