DBFMRadio.id : Jakarta - Untuk meringankan beban keluarga yang terdampak pandemi Covid-19, tahun ini pemerintah kembali menyalurkan bantuan sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dalam empat tahap melalui bank pemerintah, kemudian program sembako dari Januari - Desember 2021 nilainya Rp.200.000 per bulan, selanjutnya Bantuan Sosial Tunai (BST) diberikan selama 4 bulan Januari - April nilainya Rp.300.000/bulan/KK.


“Kalau yang untuk beli sembako ya beli sembako, jangan ada yang digunakan untuk beli rokok. Hati-hati nih yang bapak-bapak terutama. Jangan dipakai untuk beli rokok, belikan sembako sehingga bisa mengurangi beban keluarga di saat masa pandemi ini.” pesanan presiden Joko Widodo pada Peluncuran Bantuan Tunai se-Indonesia tahun 2021, belum lama ini.



Pada peluncuran bantuan sosial tersebut, Menteri Sosial, Tri Rismaharini juga berpesan kepada penerima agar tidak menggunakan bantuan sosial tunai untuk membeli rokok.


Menanggapi pesan presiden, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) mendukung demi peningkatan kualitas manusia, jangan sampai justru dimanfaatkan untuk beli rokok sehingga mengancam balik peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).


Ketua PKJS-UI Aryana Satrya, M.M, Ph.D, dalam keterangan tertulis kepada dbfmradio.id mengatakan, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 melaporkan bahwa jumlah perokok aktif usia 15 tahun ke atas mencapai 33,8 persen dari populasi Indonesia.


"Selain itu, prevalensi perokok di kalangan remaja 10-18 tahun mengalami peningkatan dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018." katanya, Jum'at (8/1/2021).


Lebih lanjut, Aryana Satrya, mengatakan, data Susenas 2016 dan 2017 menunjukkan prevalensi merokok kelompok berpendapatan rendah meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan yang lebih tinggi.


"Perilaku merokok pada keluarga Indonesia yang tinggi menjadi tantangan tersendiri dalam pencapaian sumber daya manusia yang berkualitas untuk masa depan negeri kita." katanya lagi.


Secara konseptual, bantuan sosial (bansos) akan meningkatkan pendapatan rumah tangga sehingga kebutuhan sehari-hari dapat lebih tercukupi. Namun, peningkatan konsumsi tersebut tidak terkecuali untuk barang non-essensial seperti rokok.


Tambahan pendapatan dari bantuan sosial dapat digunakan untuk membiayai konsumsi rokok. Hal ini dibuktikan dengan studi PKJS-UI yang menunjukkan penerima bantuan sosial berkorelasi positif dengan perilaku merokok, dengan efek tertinggi terjadi pada penerima Program Keluarga Harapan (PKH).


"PKH yang didistribusikan secara tunai meningkatkan pendapatan rumah tangga secara langsung sehingga rumah tangga dapat menggunakannya untuk membeli rokok." lanjut ke dia.


Pada bagian lain, Aryana Satrya, menjelaskan, Penerima bansos memiliki kecenderungan merokok lebih tinggi jika dibandingkan dengan bukan penerima bansos. Penerima PKH memiliki peluang 11 persen poin lebih tinggi untuk merokok dibandingkan bukan penerima PKH.


Pola ini konsisten untuk masing- masing kategori bantuan sosial, kelompok pendapatan, dan data Susenas 2016. Data panel Indonesian Family Life Survey (IFLS) menunjukkan bahwa penerima bansos memiliki peluang lebih besar menjadi perokok jika dibandingkan bukan penerima bansos.


"Sementara Penerima PKH memiliki pengeluaran rokok Rp3.660/kapita per minggu dan 3,5 batang/kapita per minggu lebih tinggi jika dibandingkan dengan bukan penerima PKH." rinci dia.(db-setneg-rell).