12:55:36 DBFMRadio.id : Jakarta - Kebijakan otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan bentuk pelaksanaan dari pasal 18 b undang-undang Dasar 1945,  bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa, kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional,  sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.


Dasar inilah  yang menjadi landasan perwujudan pengakuan negara atas kekhususan Papua, bertujuan memberikan afirmasi atau keberpihakan dan proteksi terhadap orang asli Papua,  antara lain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua,  mewujudkan keadilan dalam hal pemerataan dan percepatan pembangunan.


"Disamping itu,  penghormatan hak-hak Dasar orang asli Papua, serta bertujuan untuk mendorong penerapan tata kelola pemerintahan yang baik." ujar Pelaksana Harian Direktorat Penataan Daerah Otonomi Khusus dan Otonomi Daerah Kemendagri - Valentinus Sudaryanto Sumito,


Pada Webinar Cerdas Berdemokrasi Otonomi Khusus Papua Untuk Apa dan  Siapa, Kamis (5/8/2021) Valentinus juga mengatakan,  tata kelola keuangan yang sudah berlangsung selama 20 tahun,  dari aspek perencanaan, belum terarah dan   penggunaannya  masih bersifat umum atau block Grand, karena  tidak ada  grand design.



"Keuangan yang sudah berlangsung selama 20 tahun, dari aspek perencanaan,  karena belum adanya grand disign maka dalam pelaksanaannya, belum terarah atau tidak ada pedoman.  Kemudian, dalam penggunaannya, sifatnya masih umum atau block Grand, jadi itu (dana : red) untuk apa saja tidak sesuai dengan perencanaan" rinciannya.


Lebih dari itu, dari hasil temuan Dirjen Otoda,  alokasi dana   hanya kepada provinsi,  sehingga muncul protes  dari para bupati dan walikota yang menilai bahwa alokasi dana belum berkeadilan.


Berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan, lanjut Valentinus Sudaryanto Sumito,   tidak ada pengaturan secara spesifik, kepada pihak yang melakukan pembinaan dan pengawasan penerimaan dana dalam rangka otonomi khusus.


"Karena pengawasan yang dilakukan selama ini hanya bersifat umum,  sekedar  laporan realisasi dan tidak fokus terhadap outcome kegiatan." Katanya lagi.


Kondisi empirik, terus Valentinus, juga menunjukkan bahwa dominasi wilayah pegunungan,  masih hidup dengan tekanan ekonomi, antara  kebutuhan pokok dan strategis.


"Kebutuhan pokok seperti beras dan air minum yang layak, sedangkan yang strategis,   misalnya  salah satu contoh yang menarik yang selalu menjadi pembicaraan orang itu  harga semen yang  harganya bisa 3 sampai 10 kali lipat, dibandingkan  di wilayah pesisir." Urai Valentinus.


Webinar yang disiarkan akun YouTube Kemenkominfo TV juga menghadirkan pembicara Direktur Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan Kominfo Bambang Gunawan, Wakil Ketua Desk Papua /Kepala Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja Kementerian BPN/ BAPPENAS - Felix Fernando Wanggai dan Anggota Majelis Rakyat Papua Rorince Mehuwei.


Untuk diketahui, Undang-Undang tentang   Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua -UU Otsus Papua- ada 20 pasal yang mengalami perubahan.   Terdiri dari 3 pasal usulan pemerintah mengenai dana Otsus Papua dan 15 pasal di luar substansi yang diajukan, serta 2 pasal substansi materi di luar undang-undang.(db-kominfotv-aap).