DBFMRadio.id, LAMPUNG SELATAN – Puluhan rumah warga di Kelurahan Sukarame Baru, Kota Bandar Lampung, dan Desa Sabah Balau, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) digusur pada Rabu (12/2/2025).
Penggusuran ini dilakukan karena bangunan dan rumah warga tersebut berdiri di atas lahan yang merupakan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, menjelaskan bahwa penggusuran ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk mengamankan aset negara.
“Aset ini alas hak sertifikatnya dimiliki Pemprov Lampung. Ini menunjukkan pengelola negara transparan untuk menegakkan aturan, bahwa aset ini harus dikuasai Pemprov Lampung. Kalau aset ini bisa dikuasai oleh siapa saja, negara ini bisa rusak,” ujar Marindo.
Marindo menyebutkan bahwa lahan yang sebelumnya dihuni warga akan digunakan untuk keperluan pertanian, perkebunan, serta pengembangan sejumlah instansi vertikal di Lampung.
Penggunaan lahan tersebut nantinya akan dibahas lebih lanjut dengan DPRD dan pihak-pihak terkait melalui proses perencanaan pemerintah daerah.
“Bagian penertiban ini akan dijadikan pengembangan lahan pertanian dan perkebunan untuk lebih dikembangkan lagi oleh pemerintah,” lanjutnya
Kepemilikan lahan oleh Pemprov Lampung di wilayah tersebut mencapai 65 hektare yang terdiri atas tiga sertifikat. Penertiban dilakukan terhadap lahan yang dikuasai dan diduduki warga seluas sekitar 6 hektare. Sebelum penggusuran, Pemprov Lampung telah melakukan analisis hukum dan upaya mitigasi.
Marindo menambahkan bahwa warga yang bersedia menyerahkan lahan secara sukarela akan diberikan uang pengganti sebesar Rp2,5 juta. “Bagi yang menyerahkan dengan sukarela kami berikan uang pengganti Rp2,5 juta,” jelas Marindo.
Penasihat Hukum Pemprov Lampung, Bey Sujarwo, mengungkapkan bahwa sengketa lahan di wilayah tersebut telah berlangsung sejak 2012. Kepemilikan lahan yang di bawah kuasa Pemprov Lampung telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Inkraht) di pengadilan.
Meskipun keputusan tersebut telah disosialisasikan sejak 2020, banyak warga yang menduduki lahan tersebut tidak mengindahkan imbauan Pemprov Lampung.
Bey menjelaskan, “Total yang ditertibkan ada sekitar 43 rumah dan kami sudah melakukan tindakan persuasif membuka posko untuk menerima pengaduan dari masyarakat, hanya ada 7 rumah yang secara sukarela meninggalkan lokasi.”
Penertiban ini menjadi bagian dari upaya Pemprov Lampung untuk mengelola aset negara dengan transparan dan adil. Pemerintah berharap proses penertiban dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi pengembangan kawasan di masa depan. (*)ran