DBFMRadio, Jakarta : Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun 2020, dijadikan momentum Webinar oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) bekerjasama dengan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Kamis 11Juni 2020, melalui aplikasi berbagi video Zoom Meeting.


Menurut Manager Program PKJS UI Dr. Renny Nurhasanah Webinar dengan tema yang diangkat oleh WHO tahun ini adalah “Melindungi Anak Muda dari Manipulasi Industri Rokok dan Mencegah Mereka dari Penggunaan Tembakau dan Nikotin”, dilatar belakangi oleh, prevalensi perokok anak di Indonesia meningkat dan tidak bisa diremehkan.


Senada dengan Doktor Renny, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Kesehatan dan Kesejahteraan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Drs. Hendra Jamal, M.Si dalam paparannya mengatakan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi konsumsi tembakau pada usia 10 hingga 18 tahun, terjadi peningkatan dibanding tahun sebelumnya.


"Kalau kita lihat prevalensi konsumsi tembakau pada populasi usia 10 sampai 18 tahun, berdasarkan Riskesdas 2018, itu naik tadinya 2017 7,2 di tahun 2018 menjadi 9,1 padahal yang tadinya kita ingin turunkan menjadi 5,4 malah naikjadi naik 9,1" terang Hendra Jamal, Kamis (11/6/2020).



Sementara untuk anak usia diatas 15 hingga 19 tahun, yang merokok sepanjang kurun waktu 15 tahun, dari 2001 -2016, meningkat 2 kali lipat. Permasalahan rokok di Indonesia , lanjut Hendra Jamal, karena murahnya harga rokok, rokok murah karena cukainya rendah dan perapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) lemah serta iklan dan promosi rokok disebuah even besar.


"Rokoknya murah, karena Cukai nya rendah juga penerapan kawasan tanpa rokok masih lemah, belum adanya larangan iklan promosi dan sponsor rokok, rokok memberikan pemasukan yang sangat besar bagi Indonesia katanya, padahal akibat rokok lebih besar biayanya. Indonesia merupakan satu dari 8 negara di seluruh dunia dan satu-satunya negara di Asia yang belum mengakses Framework Convention On Tobacco Control versi Indonesia"



Diakui Hendra Jamal, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 ada target turun, namun malah naik, padahal sudah ada beberapa regulasi. "Tapi targetnya itu yang usia 10 sampai 18 tahun yang tadinya 2019 kita ingin turunkan jadi 5,4 malah naik 9,1 dan di 2024 kita turunkan jadi 8,7 saja, hanya sedikit persentasenya, padahal sudah ada undang-undang nomor 35 tahun 2009, tentang Kesehatan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan." terangnya lagi.


Disamping itu, ada juga program kesehatan juga untuk peta Jalan pengendalian tembakau, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri penerapan dari Kawasan Tanpa Rokok di daerah, juga Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan mengenai kawasan tanpa rokok di sekolah.


"Yang intinya aturan itu sudah banyak baik-baik itu Perda, Perwali, Perbub atau Pergub tapi intinya masih banyak dan aturan itu tidak berjalan" tegas Hendra Jamal mengingatkan.


Webinar yang diikuti lebih dari 100 peserta virtual ini, selain menampilkan narasumber Hendra Jamal, juga sebagai narasumber sekaligus Keynote Speaker Ketua Umum Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama (IPPNU) Nurul Hidayatul Ummah, serta Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari dan Ni Made Shellasih dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI yang dimoderatori Nina Samidi dari Komite Nasional Pengendalian Tembakau((KNPT).


Deklarasi IPPNU


Webinar Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini juga diisi dengan pembacaan deklarasi “Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Tolak jadi Target Industri Rokok untuk Melindungi Anak- Anak dan IPPNU mendukung Pemerintah untuk melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya rokok melalui upaya pengendalian tembakau yang kuat dan berdampak. (db.aap).