DBFMRadio.id – Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Lampung (Karantina Lampung) kembali menggagalkan upaya pemasukan ilegal produk hewan berupa ceker ayam tanpa dokumen resmi ke wilayah Provinsi Lampung. Total muatan yang diamankan mencapai 10,8 ton.


Produk ilegal tersebut ditemukan dalam dua kendaraan berbeda saat proses bongkar kapal di Pelabuhan Bakauheni, pada Selasa (9/9/2025) malam dan Rabu (10/9/2025) dini hari. Penindakan ini merupakan hasil kolaborasi pengawasan Karantina Lampung dan Karantina Banten dalam memperketat lalu lintas komoditas berisiko tinggi penyebaran penyakit hewan di jalur strategis Jawa–Sumatera.


Dua Kali Penemuan dalam Semalam


Kepala Karantina Lampung, Donni Muksydayan, menjelaskan, penindakan bermula dari informasi adanya rencana pemasukan produk hewan secara ilegal ke Lampung. Menindaklanjuti laporan tersebut, petugas memperketat pengawasan di pintu masuk pelabuhan.


“Petugas kami mendapatkan informasi adanya rencana lalu lintas pemasukan produk hewan secara ilegal ke Provinsi Lampung. Dari informasi tersebut, pengawasan segera diperketat,” ujar Donni.


Sekitar pukul 21.40 WIB, petugas memeriksa sebuah truk yang baru turun dari kapal asal Merak. Hasilnya, ditemukan muatan 7,5 ton ceker ayam asal Tangerang, Banten, yang ditujukan ke Kota Metro, Lampung.


Beberapa jam berselang, tepat dini hari, petugas kembali menemukan 3,3 ton ceker ayam dalam mobil pikap yang juga berasal dari Tangerang. Kali ini, tujuan pengiriman adalah Palembang, Sumatera Selatan.


Tanpa Dokumen Resmi dan Tidak Layak Angkut


Kedua pengiriman tersebut tidak dilaporkan kepada petugas karantina serta tidak dilengkapi Sertifikat Sanitasi Produk Hewan dari daerah asal. Selain itu, komoditas diangkut menggunakan kendaraan yang tidak memenuhi standar sanitasi dan tanpa fasilitas pendingin.


Atas pelanggaran itu, seluruh muatan ditahan, sementara para pengemudi kendaraan dimintai keterangan untuk pendalaman lebih lanjut.


“Penahanan ini dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, khususnya Pasal 35 yang mewajibkan setiap media pembawa dilaporkan dan disertai dokumen karantina saat pemasukan ke suatu wilayah,” jelas Donni.


Ia menambahkan, pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 88, yaitu penjara paling lama dua tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar.


Lindungi Konsumen dan Keamanan Pangan


Menurut Donni, penindakan ini menjadi bukti komitmen pemerintah menjaga keamanan pangan, kesehatan masyarakat, serta mencegah masuknya penyakit hewan berbahaya ke wilayah Sumatera.


“Langkah ini bukan semata soal administrasi, tetapi bagian dari tanggung jawab kami untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen. Produk pangan asal hewan yang beredar harus memiliki asal-usul jelas, bebas penyakit, dan aman dikonsumsi,” tegasnya. (Arya)