DBFMinfo (Kalianda) : Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) suatu gerakan yang dilakukan masyarakat yang terkoordinir bertujuan untuk melakukan perlindugan terhadap anak, sementara Pemerintah lebih berfokus pada penanganan keluarga yang rentan dan beresiko atau sudah menjadi korban kekerasan.


Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Lampung Selatan Wahyuningsih pada Dialog Interaktif Jendela Informasi Wanita dan Anak (Jelita) di Radio DBFM 93.0, LPPL Lampung Selatan Selasa (16/7/2019) Sore mengatakan, masalah anak ini menjadi isu nasional karena kasus kekerasan terhadap anak semakin tahun semakin meningkat, sementara untuk melakukan perlindungan anak tidak mungkin hanya dibebankan kepada Pemerintah dan harus melibatkan dengan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).


“YA, kita tahu bersama ya, masalah anak ini menjadi isu nasional, karena kasus kekerasan terhadap anak semakin tahun semakin meningkat, sementara untuk melakukan perlindungan anak tidak mungkin hanya dibebankan kepada Pemerintah dan harus melibatkan dengan masyarakat, LSM atau dunia usaha” terang Wahyuningsih, Selasa (16/7/2019) Sore.


Selanjutya, Wahyuningsih menjelaskan, mengacu pada masalah peningkatan kasus kekerasan terhadap anak, PATBM ini menjadi tantangan bagi Dinas PPPA, karena Dinas ini baru terbentuk tahun 2017, sementara jangkauan kegiatan di Lampung Selatan sangat luas, dari ujung Bakauheni selatan hingga Natar, tidak ditunjang dengan sarana prasarana dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai.


“Jika ditanya kendala, justru sebenarnya lebih ke tantangan ya, karena dinas kami belum berusia 2 tahun, sedangkan jangkauan kegiatan kami sangat luas, terlebih tidak ditunjang dengan sarana prasarana dan SDM yang memadai”, aku Wahyuningsih lagi.


Untuk diketahui Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) diawal 2019 mencatat banyaknya kasus-kasus anak di bidang pendidikan. Mulai dari video viral siswa yang merokok dan menantang guru di Gresik, sekolah di Jakarta yang dijadikan gudang penyimpanan narkoba, kepala SD yang melaporkan puluhan siswanya karena diduga merusak fasilitas sekolah, siswi SD dihukum karena SPP, sampai kasus ditolaknya 14 siswa di Solo karena diduga menderita HIV.