DBFMRadio.id, Lampung Selatan – Wakil Bupati Lampung Selatan, M. Syaiful Anwar, menyuarakan keprihatinan terhadap kondisi infrastruktur di Kecamatan Palas yang dinilainya masih jauh dari memadai. Dalam sebuah forum pembangunan pertanian yang digelar bersama jajaran Pemprov Lampung dan Kementerian Pertanian, Wabup Syaiful memaparkan bahwa sekitar 70 persen jalan di wilayah Palas mengalami kerusakan berat.


“Kondisi ini tentu sangat menghambat distribusi hasil pertanian dan mobilitas warga. Kami sangat berharap adanya intervensi dari pemerintah pusat untuk percepatan perbaikan,” ujar Syaiful, Rabu (9/7/2025).


Meski dihadapkan pada tantangan infrastruktur, Lampung Selatan tetap menunjukkan potensi besar di sektor pertanian. Syaiful menyebutkan, kabupaten ini memiliki lebih dari 38 ribu hektare lahan sawah dan 128 ribu hektare lahan kering yang menjadi penopang ketahanan pangan provinsi.


Produksi komoditas strategis Lampung Selatan bahkan tercatat menonjol di tingkat provinsi:


  • Padi: 335.112 ton (peringkat ke-4 se-Lampung)
  • Jagung: 824.197 ton (peringkat ke-2)
  • Bawang merah: 4.000 kuintal (peringkat ke-2)
  • Pisang: 5,7 juta kuintal (peringkat ke-1)
  • Kelapa dalam: 20.340 ton (peringkat ke-1)
  • Kelapa sawit: 9.918 ton (peringkat ke-6)


Namun, Wabup Syaiful juga tak menutup mata terhadap berbagai hambatan yang mengintai, seperti keterbatasan alat mesin pertanian (alsintan), minimnya tenaga kerja pertanian, dan kerentanan terhadap bencana alam yang memengaruhi produktivitas.


“Terima kasih atas bantuan combine harvester dari Kementerian Pertanian. Ini sangat membantu petani dalam menekan biaya dan meningkatkan efisiensi panen,” ungkap Syaiful.


Dalam kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela menyoroti ketimpangan ekonomi desa, terutama desa-desa produsen utama pangan yang masih menjadi kantong kemiskinan. Ia menegaskan bahwa kebangkitan ekonomi harus dimulai dari desa.


“Program Desaku Maju hadir untuk menjawab kesenjangan ini. Kami akan fasilitasi alsintan, dryer, pelatihan teknisi pertanian, digitalisasi UMKM, hingga penguatan BUMDes,” jelas Jihan.


Ia juga menggarisbawahi pentingnya memberi nilai tambah pada hasil pertanian.


“Kalau 3 juta ton gabah hanya dijual kering, nilainya sekitar Rp20 triliun. Tapi kalau diolah menjadi beras premium, bisa bernilai hingga Rp50 triliun,” tegasnya.


Sementara itu, Guru Besar Universitas Lampung, Prof. Rernard Abdul Haris, menyampaikan bahwa pendekatan pembangunan harus bergeser dari sekadar pemberian bantuan ke arah pemberdayaan berkelanjutan.


“Paradigma kita harus berubah. Yang utama bukan sekadar memberi, tapi membangun kemampuan masyarakat untuk mandiri,” katanya.


Ia juga menyinggung Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2025 tentang Pengentasan Kemiskinan Ekstrem sebagai prioritas nasional dan mengumumkan rencana pendirian Sekolah Rakyat berbasis asrama bagi anak-anak dari keluarga miskin di desa-desa tertinggal.


Acara ditutup dengan penyerahan simbolis combine harvester dari Kementerian Pertanian serta uji coba alsintan di lahan pertanian warga. Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat ditegaskan sebagai kunci menuju kemandirian pangan dan peningkatan kesejahteraan petani di Lampung Selatan. (Indah/Siska)