07:33:05 DBFMRadio.id : Kalianda-  Gempa berkekuatan magnitudo 6,5 yang di Cianjur, Jawa Barat, pada Senin 21 November lalu, masih menyisakan duka mendalam. 


Betapa tidak, ratusan orang meninggal, hilang dan ribuan lainnya luka-luka.


Hampir dua pekan ini, satlak penanggulangan bencana dan relawan berjibaku mencari korban yang diperkirakan tertimbun longsoran tebing. Sementara upaya pemulihan terus dilakukan.


Bantuan serta donasi dari penjuru negeri terus berdatangan. Namun mirisnya, donasi dan bantuan ternodai dengan aksi intoleransi, pencopotan label dari pendonor komunitas gereja di tenda pengungsian Ciajur oleh oknum Ormas Islam, Garis.


Tak pelak, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun angkat bicara untuk menghapus noda ini


Melalui akun Instagramnya Mantan Wali Kota Bandung yang kerap disapa Kang Emil ini meminta kasus ini diselesaikan secara hukum.


Kapolda Jabar Irjend Suntanana bereaksi dan langsung memerintahkan Kapolres Cianjur menangkap pelaku dan diperiksa kemudian ditindak.


"Kami sangat menyesalkan kejadian pelepasan atribut terhadap yang ada di dua tenda yang diberikan oleh salah satu komunitas agama dari Jakarta, yang dilepas oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Pada kesempatan ini ijinkan kami menyampaikan, Polres Cianjur dan Polda Jabar telah melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan untuk diproses sesuai dengan aturan yang berlaku"


Memang aksi intoleransi yang dilakukan Ormas Garis bisa menciderai niat kemanusiaan dari elemen masyarakat yang ingin membantu. Namun hal ini juga tetap harus diwaspadai terhadap 'penumpang gelap' yang ingin mencari simpati dari warga.


Lalu apa kata Buya Yahya? pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon ini berharap, dengan adanya bantuan dari umat non muslim, kaum muslimin justru terpacu agar lebih semangat lagi.


Menurut sipemilik nama Yahya Zainul Ma'arif ini, tidak semestinya mencopot label ditenda pengungsi, seharusnya malah bergandengan tangan, bersama-sama agar lebih terkontrol, sehingga pendonor dari agama lain selain muslim, membantu hanya karena kemanusiaan.


Pencopotan Lebel tersebut, menurut Buya Yahya justru malah semakin menjauhkan dari kata kebersamaan, justru kekecewaan lah yang muncul.


"Karena pelabelan itu mungkin hanya sebagai identitas dan sebagai bukti bahwa bantuan yang dikumpulkan telah disalurkan sekaligus pertanggungjawaban dari penghimpun bantuan kepada para donaturnya."


Yang paling penting dalam hal segala sesuatu sebab yang menjadikan atau berselisih paham, hendaknya kita hindari.


Intinya, semuanya harus meningkatkan adab, akhlak dan bijak memberi bantuan tidak mesti harus beramai-ramai termasuk non muslim, karena masuk ke wilayah kaum muslimin, alangkah bijaknya jika berbaur, karena ini program kemanusiaan, bukan program keagamaan.


Cianjur tengah bersedih. Bantuan terus berdatangan, pemerintah pusat, legislatif, partai, komunitas hingga relawan berbondong datang, berupaya meringankan beban korban terdampak. 


Namun, pemandangan miris terlihat, saat beberapa partai membantu, sambil membentangkan spanduk ukuran besar. 


Para sosialita yang kerap nampak ikut rombongan berfoto bersama. Baju seragam, makeup, lipstik dan tak lupa kacamata hitam, nampak kontras dengan kondisi pengungsi yang bajunya cuma yang menempel di badan. 


Salah satu RT di Cianjur yang tak ingin disebut namanya, mengaku sempat menerima bantuan dari satu partai besar. Posko bantuan darurat, kata dia, dipasangi baliho besar bergambar logo partai.


Tak bertahan lama, para pemuda setempat berang, baliho besar yang dipasang kader-kader, dicopot. Mereka tak terima.


Ya, gempa Cianjur memang dahsyat, kita wajib simpati namun bukan intoleransi, apalagi dibungkus dengan politisasi, diangkat dari berbagai sumber, saya Anggoro AP sampai jumpa.(db-aap).