Dwikorita : Banjir Jabodetabek, Akibat Aktivitas Gangguan Atmosfer (Rossbie Equatorial) Dengan Kondisi Hujan Ekstrim.

Nasional
Tools
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times
Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

(15:48:59) DBFMRadio.id : Jakarta - Selama 2 hari terakhir  tanggal 18 & 19 Februari 2021 wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) diguyur hujan secara merata dengan intensitas deras dan sangat deras atau  lebih dari 50 mm sangat deras atau 100-150 mm dengan kondisi curah hujan ekstrim.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika  (BMKG) Dwikorita Karnawati, menerangkan, kondisi deras dan sangat deras itu ditimpali dengan kondisi ekstrim selama 24 jam terus menerus, yang diamati dari berbagai wilayah di Jakarta.

"Jadi plus kondisi ekstrem,  yaitu curah hujan mencapai lebih dari 150 mm curah hujan terakumulasi  dalam waktu 24 jam. Berdasarkan pengamatan kami di Halim, 160 hingga 176 mm/hari, di Sunter hulu 197 mm /hari,  di Lebak Bulus 154 mm/hari dan tertinggi di pasar Minggu  226 mm/hari." terang Dwikorita pada jumpa pers virtual terkait banjir Jabodetabek dan prospek cuaca sepekan kedepan, di News Room Kantor BMKG Kemayoran, Jakarta Pusat Sabtu (20/2/2021).

Hujan di wilayah Jabodetabek tersebut, kata Dwikorita,  umumnya terjadi pada malam hari hingga  pagi dan cenderung berlanjut hingga malam.  Beberapa faktor utama yang mengakibatkan kondisi ekstrim ini, termonitor adanya aktivitas kekuatan udara yang cukup signifikan, dari Asia yang mengakibatkan peningkatan awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat.

"Kemudian selain adanya kekuatan udara tersebut,  juga aktivitas gangguan atmosfer di zona ekuator yang sering disebut sebagai aktivitas rossbie equatorial, gangguan atmosfer ini mengakibatkan adanya perlambatan dan pertemuan angin,  dan terjadi pembelokan serta  pertemuan angin dari arah utara tepat melewati Jabodetabek melambat,  di situlah terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan  hujan yang akhirnya terkondensasi sebagai hujan dengan intensitas tinggi." kata Dwikorita menjelaskan.

Dwikorita Karnawati juga menjelaskan,  faktor lain pemicu kondisi ekstrim ini adalah  tingkat labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian barat yang cukup tinggi yang mengakibatkan peningkatan potensi pembentukan awan hujan di wilayah Jabodetabek. Terjadi karena  tingkat labilitas dan kebasahan udara yang berpengaruh dalam peningkatan curah hujan dan yang terakhir,  adanya daerah pusat tekanan rendah di Australia bagian utara yang membentuk pola konvergensi di sebagian besar pulau Jawa.

"Jadi fenomena yang ada di pulau Jawa ini tadi ada pertemuan-pertemuan angin itu ternyata juga dipengaruhi oleh terbentuknya daerah pusat tekanan rendah di Australia yang membentuk pola konvergensi di sebagian besar pulau Jawa dan berkontribusi juga dalam peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah Jawa bagian barat termasuk Jabodetabek." terangnya.

Sementara untuk sepekan kedepan,  BMKG memprediksi Jabodetabek sampai tanggal 25 Februari,  terjadi peningkatan intensitas hujan dapat berkembang menjadi deras, namun 21-22  Februari intensitasnya menjadi rendah meski di bagian selatan  mulai terjadi peningkatan intensitas hujan ringan.

Dwikorita pun merinci,  sedangkan untuk wilayah Indonesia potensi sepekan kedepan BMKG memprediksi masih  terjadi potensi hujan dengan intensitas  disertai petir dan angin kencang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Aceh sampai Papua.

"Ada disini 28 provinsi yaitu Aceh,  Sumatera Utara,  Sumatera Barat,  Jambi,  Bengkulu Sumatera Selatan,  Lampung,  Banten,  Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,  Jawa timur Bali, Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan Sulawesi namun  tidak selalu merata dalam satu provinsi" tutup Dwikorita Karnawati.(db-bmkg-aap).